Pages

Tuesday, February 6, 2018

Film Normies

Kemarin, aku belajar kosa kata baru: Normies.

"Sorry, yo, aku guduk normies."

"Apaan, sih, film normies."

"Sing ndelok iki normies kabeh."


Nate yang mempopulerkan kosa kata itu kemarin. Aku sama Ebil yang denger statement Nate cuma ngakak-ngakak geli gitu. Bukan karena ngerti maksudnya, tapi kocak aja cara Nate menghujat dan menjadi sarkas. Sampai akhirnya setelah sekian lama aku baru nanya, "Normies itu apaan, sih? Webtoon?"

Well, setelah Nate jelasin, ternyata Normies itu semacam ungkapan untuk sesuatu yang orang kebanyakan lakukan/mainstream. Dan Nate menegaskan, "Dan aku gak bakal dadi normies."

Hahahahaha oke.
_________________________________________________

Ceritanya, hari itu aku, Ebil, dan Nate mau kumpul-kumpul cantik setelah lama ga ketemu padahal kita sama-sama di UB!!! Kami ini temen SMA, sekelas pas kelas X gara-gara sok ide milih kelas Bahasa Mandarin. Nggak tau kenapa kami jadi akrab ya pas kelas X padahal kami punya banyak karakter yang beda.

Nate (nama aslinya Nadia) orangnya paling santai diantara kita bertiga. Otak kanannya super bukan main kalau disuruh menghias catatan atau bikin mind map. Jago gambar juga apalagi manga anime gitu. Aku sempet ngira dulu pas SMA dia bakal milih jurusan DKV atau arsitek mungkin. Tapi ternyata dia milih.......... Kedokteran Hewan! Iya, dia juga suka sama hewan, terobsesi sama NatGeo. Pengen jadi mentri supaya bisa melindungi satwa liar yang diperlakukan secara semena-mena dengan merubah sistem dan regulasi. Nggak mainstream banget, kan?

Ebil (nama aslinya Nabila) orangnya supel, ramah, dan mandiri. Definisi wanita independen. Tapi seindependen-independennya Ebil, dia juga terobsesi sama segala sesuatu tentang Korea. Dulu sempat menularkan obsesinya tentang Korena gara-gara ada nama girlband 2NE1. Dia kayak excited gitu bilang kalo nama 2NE1 juga bisa jadi singkatan nama kita bertiga (Nabila, Nadia, Emerald). Meskipun genre favorit kami berbeda (Nate suka anime, aku suka yang barat gitu), kita tetep saling toleransi HAHA! Oh iya, Ebil ini dari SMA udah paling jelas, sih, mau kuliah apa: Kedokteran. Yup, setelah berjuang sekian lama sekarang dia tinggal nunggu pembekalan buat koas.
Ebil, aku, Nate. ampun aku cupu banget 2011

Nah, kalo aku ini kayak produk influence dari mereka. Nggak ngebayangin sumpah pas SMA kalo ga ketemu mereka pasti masa SMA ku lurus-lurus aja, mungkin cuma belajar doang ga asik haha. Mereka bilang aku paling rajin pas SMA, sangat normies! Tapi gara-gara ada mereka pas SMA, hidup dan pola pikirku menjadi nggak mainstream. Nah, mungkin aku ini orang yang masih agak normies diantara mereka. Ketika pada memutuskan mau kemana dan ngapain pas meet up, aku usul, "Kita nonton Dilan, yuk, rek."

Iya, film sejuta umat itu.


Aslinya super kontra. Soalnya film itu mainstream banget. Secara mereka ini bukan normies! Well, aku juga ngga normies-normies amat tapi cuma pengen bandingin bukunya sama filmnya. Aku udah baca bukunya, tapi kayak nggak ngena aja gitu konfliknya nggak ada. Cuma gara-gara katanya ini dari kisah nyata jadi heboh dan jadi penasaran. Setelah diskusi sekian lama akhirnya presuasiku berhasil karena pas aku ketemu merka di mall, tiketnya sudah dibeli sama Ebil! Yeay!

"Nanti kita buktiin, ya, rek, baper apa enggak. Soalnya kata temen-temenku pada baper,"

Pas film mau diputar, aku udah mencoba membangun mood dan fokus ke filmnya biar terbawa ke suasana 90-an. Asli sih setting 90-annya oke. Tapi tetep aja dialog-dialognya biasa aja. Aneh, sih, kok orang-orang pada ketawa geli sendiri. Yang ada aku, Nate, sama Ebil malah ngomongin filmnya.

"Ini film dialognya gampang banget ya gitu-gitu doang,"

"Pasti tiap si bibik muncul bakal ngomong, 'non ada telepon'."

"Milea iki nggak nduwe karakter sumpah. Mek ayu mbek seneng ngangkat telpon."

"Guru-guru disini jadi keliatan b*go di hadapan Dilan."

"Koyok FTV sumpah."

Dan yang paling ngakak adalah ketika adegan Milea abis dari ITB sama Kang Adi terus nangis bombay sambil baca puisi Dilan. Wkwkwkwkwkwk drama.

Mungkin memang dari awal ini bukan genre film kita. Cuma try hard buat jadi kids jaman now yang normies. Gimana mau dapet bapernya film ini, orang kita udah skeptis sama storynya. Ditambah lagi, di bangku belakang ada cowok yang kayaknya udah apal banget semua dialog dibukunya. Si cowok nyeritain ke si ceweknya semua dialog itu duluan sebelum si pemain berdialog. Mana suaranya kenceng jadi kayak semua bisa denger annoying banget. Masalahnya, cowok berisik kayak aneh gitu kan wkwkwkwk.

Disaat dulu semua orang kayak ga suka sama si pemeran Dilan, justru peran Dilan yang paling dapet karakternya! Pasangannya Dilan justru malah ga dapet ini karakternya Milea ini cewek yang kayak gimana, sih? Apa yang bikin Dilan tertarik sama Milea? Cantik doang? Ngga heran Nate bilang berkali-kali kalo Milea nggak punya karakter yang kuat. 

Terlepas dari itu semua, aku sangat enjoy nonton filmnya. Bukan karena filmnya bikin baper gimana gitu, Tapi, aku bersyukur bisa nonton film normies ini dengan orang-orang yang nggak normies! Hiburan banget sumpah ngocok perut!
__________________________________________________________

Eits ini bukan review film, ya. Ini cuma cerita pengelaman nonton film normies sama orang-orang yang nggak normies. Nggak baper tuh padahal semua review nya bilang bikin baper. Apa mungkin ini kami hatinya yang udah mati rasa kali ya. Storynya juga bukan tipe yang gampang difilmkan soalnya nggak ada konflik/klimkas yang berarti meskipun produksinya udah try hard banget mengkonsep sedemikian rupa. Sama, kami juga try hard buat jadi normies yang baper sedemikian rupa tapi nggak bisa huhu.


Nah, abis nonton film, kami nemenin Nate belanja lipstick pertamanya! Fyi, Nate ini tomboy banget! Awalnya dia ga kerudungan dan potongan rambutnya kayak boyband gitu pas SMA. Dan alhamdulillah, setelah semester 8, dia memutuskan buat pakai kerudung. Kayaknya udah dijodohin sama mamanya makanya dia tobat! Nate pun beli lipstick yang warnanya lebih ke coklat, tapi dia ga mau nyoba pake soalnya malu pengen nyoba di rumah aja wkwkw ini ngakak sih aku sama Ebil.
setelah 7 tahun kenal akhirnya nate kerudungan!
----------------------------------------------------------------------------------
Sebelum pulang, kita ngobrol-ngobrol unyu dulu sambil makan es krim. Sampai 3 jam. Cerita ngalor ngidul tentang bidang kuliah kita masing-masing. Sumpah beda banget sama jenis obrolan kita jaman SMA kayaknya gosip mulu, ye. Lah ini obrolannya berbobot semua sih menurutku, tapi nggak terkesan berat soalnya kayak bahas berita-berita aktual gitu. 

Ebil jelasin soal vaksin palsu sampai pengalaman dia pengabdian ke pelosok banyak yang nggak paham bedanya micin sama masako. Nate semangat banget cerita soal nasib satwa-satwa liar yang nggak dapet penanganan khusus dan dibiarkan sekarat sampai penyebab kasus orang mati kegigit anjing di Malang sama keinjek gajah di Lampung. Aku cerita soal isu minyak kelapa sawit nggak baik padahal aslinya baik dan bermanfaat sampai kasus cilok dan sempol di Malang yang positif boraks sama salmonella.

Gila. Rasanya kayak naik level obrolan kita  jadi saling bertukar wawasan gitu.

Dari obrolan tadi, lucunya ternyata jurusan kuliah kita masing-masing itu juga ada pro kontranya loh! Ternyata, Indonesia sebagai negara tertinggi produksi minyak kelapa sawit dikritik sama Nate karena dianggap mengancam ekosistem satwa karena pembukaan lahan terus menerus.

"Selama jumlah manusia terus meningkat, pasti permintaan minyak sawit juga meningkat, Nat," kataku. "Tapi selama perusahaan itu menaati aturan pemerintah dan menganggarkan dana untuk kompensasi dan biaya penghijauan harusnya legal, dong."

"Tapi, Em," kata Nate. "Mesti uangnya kalo udah masuk ke pemerintah itu dikorupsi terus. Habis, Em, hutan kita. Hutan lindungpun dipakai lahan. Hewan mau tinggal dimana."

"Tapi emang pemerintah mikirnya gitu nggak, sih. Mengekspoitasi kekayaan alam. Kalau disini abis, pindah sana. Gitu terus," tambah Ebil.

Wow. sebuah problematika. Aku yang biasanya mikir gimana industri bekerja, nyaris tidak pernah mempertimbangkan kelestarian satwa, khususnya satwa liar yang hampir punah. Dan obrolanpun berlanjut terus sampai berakhir ke suatu janji di masa depan bakal memperbaiki sistem, regulasi, dan teknologi yang harapannya bisa menyeimbangkan antara kebutuhan hewan dan manusia :)