Pages

Tuesday, February 13, 2018

Pesan dari Kereta (1)

Siapa, sih, yang nggak suka traveling?

Aku pribadi bukan orang yang "hobi" traveling, sih. Tapi kalo dibilang "suka"? Iya. dong! Masih "suka" aja sampai saat ini. Secara aku ini tipikal anak rumahan yang cuma ngeliatin orang jalan-jalan di mall aja udah seneng. Mungkin jika diberikan kesempatan lebih buat jalan-jalan, bisa jadi bakalan hobi hehehe. People change, guys!

Sabtu kemarin aku dapet kesempatan buat ke Solo bareng 2 adik tingkatku yang super receh: Ulfa dan Momon. Bukan buat jalan-jalan, sih. Pure niat buat lomba. Jadwalnya simpel banget: Sabtu pagi berangkat. sampai di Solo sore hari. Hari Minggu full lomba sampai malem terus pulang. Alasannya? Karena Senin pagi jam 8.20 Momon harus kuliah dan ga berani dispen setelah kena coret absen di pertemuan sebelumnya.


Seketika langsung teringat berapa banyak bolos atau skip kelas yang selama ini aku lakukan :(


Sebagai kakak paling 'senior' diantara Momon dan Ulfa (iya aku semester 8 niw), rasanya kayak punya tanggung jawab lebih hehe. Yah, meskipun mereka berdua ini juga nggak bisa dibilang bocah banget, sih (fyi, kami bertiga sama-sama kelahiran 1997 LOL). Hanya saja, kerecehan dan keresahan mereka kadang kebangetan dan butuh diminimalisir.

Ulfa ini jiwa rasa ingin tahunya tinggi banget. Saking keponya, dia bisa bener-bener nggak sadar kalau kadang sikapnya itu malah dikira ngelawak. Tapi pantes, sih, ternyata dia anak bungsu gitu. Dia selalu mencari sesuatu dari orang lain yang bisa dia jadikan role modelnya. Ulfa ini contoh manusia deadliner tingkat super akut! Dan sikap deadliner parahnya ini bakal aku ceritain nanti di sepanjang perjalanan kami ke Solo.

Nah, kalo Momon ini ngakunya nggak pernah nonton TV tapi diajak ngobrol segala macem hal dia tau. Wawasannya luas banget. Siapa yang ngira ternyata dia juga paham tentang perdigitalan, desain web, dan segala hal berbau start up. Momon ini juga on time banget. Sehingga sudah bisa dipastikan ketika Momon dan Ulfa bertemu pasti adaa konflik-konflik receh.
Sama Momon dan Ulfa di stasiun kereta api
Oke, cukup perkenalan singkatnya tentang 2 orang yang akan berangkat bareng ke Solo sama aku. Sekarang, waktunya bahas perjalanannya!

Rute perjalanan berangkat kami cukup seru. Berawal dari mencari jalur termurah supaya menghemat biaya berangkat ke Solo, aku akui justru perjalanan berangkat ini seru abis! Ini sekaligus TIPS Trip Rute Malang-Solo yang murah, yaa hihi. Pertama naik kereta lokal Penataran (12ribu) dulu dari Malang ke Blitar, terus lanjut Kereta Kahuripan (84ribu) dari Blitar ke Solo. Kalau mau jalur langsung tapi perjalanannya nggak asik bisa pakai Kereta Matarmaja (109ribu) dengan 7 jam menekuk kaki :(. Iya, kereta Matarmaja sudah dikenal sebagai kereta jarak jauh yang murah tapi bikin pegel karena sempit dan 90 derajat banget kursinya.


Di 2 kereta yang kami naiki punya cerita masing-masing. Ini, nih, yang bikin ketagihan naik kereta. Ketemu orang-orang di kereta secara random dan mendengarkan cerita mereka itu seru, sih, menurutku. Soalnya aku suka banget dengerin orang cerita yang bisa kuat ngobrol dengan berbagai topik. Dan aku baru bakal cerita kalau ditanya hehe. Dibanding aku yang cerita, mending mereka duluan yang cerita gitu. 

Kereta pertama kami yaitu Kereta Penataran. Keretanya rame banget duh. Bahkan Ulfa dan Momon sampai kebagian tiket yang tanpa tempat duduk. Sepanjang lorong gerbong kereta isinya penumpang berdiri. Sesak. Bahkan penumpang yang duduk berhadapan sama aku sempat naruh kakinya di bangku aku selonjor!

demi apa kaki beliau selonjor di bangku aku tanpa permisi :(

Lumayan kaget di awal, sih, ngebayangin sepanjang perjalanan bakal kayak gini apa enggak. Apalagi pas akhir pekan gini. Padet banget penumpang. Untungnya, setelah hampir separuh perjalanan, kursi penumpang sudah beberapa kosong sehingga Ulfa dan Momon bisa mengisi tempat duduk tersebut. Tapi kaki sang ibu penumpang di depanku tetep paling juaraa suka ganti ganti posisi dan arah selonjor :(

Nah, setelah kondisi kereta nomal (nggak ada penumpang yang berdiri), beberapa penumpang sudah mulai berinteraksi satu sama lain alias ngobrol-ngobrol santai gitu. Termasuk di daerah bangku keretaku. Untuk penumpang kereta yang biasanya sendirian, nggak jarang merekalah yang berinisiatif buat memulai percakapan. Di daerah bangkuku, seorang bapak-bapak umur 40 tahunan yang mulai membuka omongan ke seorang ibu yang duduk di sebelahku. Anggap saja nama bapaknya Mr. Z. Waktu di awal obrolan, aku setengah mengantuk dan tidak berminat nimbrung. Tapi, suara si Mr. Z ini kayak kenceng banget dan bikin nggak fokus tidur.

Beliau cerita kalau mau ke Surabaya mengurus bisnisnya gitu. Bisnis sampingan. Sedangkan bisnis utamanya adalah berternak ayam petelur di Blitar. Hmm, oke, menarik. Jadi pengusaha, ya. Aku akhirnya mencoba menyimak. Beliau menceritakan kisah awalnya bisnis ayam petelur itu dari ikut orang terlebih dahulu. Menarik banget gimana beliau menceritakan jatuh bangunnya usaha. Gimana cara "mengendalikan" stok barang ketika harga di pasar jatuh atau lebih tinggi. Gimana instingnya bekerja ketika laut pasang, produksi ikan turun, maka permintaan telur umumnya meningkat.

Setelah beberapa lama cerita panjang lebar, si ibu yang diajak ngobrol turun di stasiun tujuannya. Si bapak Mr. Z ini pun berinisiatif ngajak ngobrol aku, "Kuliah dimana, Mbak?"

Aku agak mengernyitkan dahi, sih. Keliatan banget, ya, kalau aku mahasiswa, "Brawijaya, Pak."

"Keliatan tampang-tampang mahasiswa," ujar Mr. Z kayak bisa membaca pikiran! "Jurusan apa?"

"Teknologi Pangan, Pak,"

Kemudian, diskusi dimulai, "Wah, di Indonesia ini beras impor terus, ya. Jadinya ketika petani panen, harga beras jatuh. Tantangan mahasiswa teknologi pangan nih supaya kita bisa swasembada lagi."

"Hahahaha," aku cuma bisa ketawa basa-basi di awal. Sumpah kayak skak mat banget awal pembicaraan sudah dikasih tantangan.

"Lho, iya, kan," Mr. Z masih semangat menjelaskan meskipun responku standar, "Mahasiswa itu harapan para petani, lho. Gimana cara supaya petani bisa dapet harga yang sepadan."

"Tapi kembali ke pemerintahnya, sih, Pak,"

"Lha iyaa tetep semua di pemerintah ya. Tapi pemerintah itu lho, blablablabla," Mr. Z berkeluh kesah tentang pemerintah yang belum bisa maksimal membela petani. Disini aku merasa bener-bener dapet keluhan dari masyarakat langsung seperti praktisi nyatanya lewat Mr. Z.

Hening sesaat.

"Mau ngapain, Mbak, ke Solo?" tanya beliau setelah aku menjawab pertanyaan beliau tentang tempat tujuan pergi.

"Lomba, Pak. Karya tulis gitu," jawabku.

Kemudian, beliau menasihatiku tentang pentingnya penelitian, praktik, dan semuanya betujuan pada kebermanfaatan di masyarakat. Aku sepakat dengan beliau. Akhirnya aku gantian mengeluh ke beliau kalau mahasiswa ini punya banyak ide riset tetapi terkendala masalah dana.

"Lho ya cari (dananya)," kata Mr. Z. "Saya ini juga lulusan Brawijaya, lho. Jurusan ekonomi. Malah nyasar ke peternakan sekarang. Saya bisa kayak gini dari mana? Ya praktik."

Aku menyimak.

"Tapi saya akui mahasiswa UB ini masih jago kandang. Coba bandingkan dengan mahasiswa di Surabaya. Beda (secara daya saing). Mungkin karena di Malang cuacanya dingin, ya. Enak, adem, nggarai turu ae. Kalau di Surabaya pasti mahasiswanya banyak yang kerja sambilan, magang juga."

Aku ketawa karena mungkin ada benarnya juga.

"Makanya saya ini ya praktik. Minggu depan saya mau launching produk herbal. Vitamin buat ayam biasanya kan bahan kimia, nah saya bikin produk yang alami. Dulu orang jawa anggap daun kelor itu hal tabu, kan? Padahal siapa yang ngira kalau tinggi vitamin C? Nah baru sekarang ini kan orang-orang ramai moringa-moringa? Di peternakan saya itu sekelilingnya saya tanami daun kelor. Sudah 2 tahun produk ini saya cobakan ke ayam-ayam saya. Baru beneran saya launching bulan ini."

W.O.W.

Speechless siih


Tapi, cerita beliau emang bener-bener memotivasi banget! Memotivasi buat lebih praktik daripada sekedar teori. Kadang kalo cuma denger perkuliahan di kelas kayak sekedar omongan aja. Sedangkan obrolan langsung dari orang yang bener-bener praktik gini langsung kayak memantik semangat gitu.

Sempet nyesel tadi nggak nyimak dari awal dan ngerasa terganggu nggak bisa tidur gara-gara suara beliau. Padahal bakal dapet lebih banyak motivasi kalau nimbrung ngobrol dari awal. Pasti aku bakal lebih kepoin beliau dan beliau siap menceritakan kisah inspiratifnya.

Seru banget, sih, pengalama naik kereta Penataran ini. Secara aku cukup jarang jalan-jalan naik kereta, mungkin bisa hitungan jari berapa kali naik kereta dalam 5 tahun terakhir. Sempet mikir mungkin kalau lagi buntu dan butuh pencerahan apa naik kereta aja, ya dan ngobrol sama orang random di kereta?

Tiba-tiba kereta udah sampe stasiun blitar. Nggak kerasa banget. Akhirnya aku pamit turun ke Mr. Z. Beliau juga tersenyum sambil mendoakan kesuksesan lomba tim saya di Solo.

Hal yang langsung terlintas di pikiran setelah turun dari kereta adalah: akan ketemu orang seperti apa lagi di kereta yang kedua?
stasiun kereta api blitar